Apakah orang yang mengidap penyakit asma boleh menggunakan alat inhaler atau nebulezer untuk menyemprotkan cairan obatnya ke dalam mulut saat berpuasa? Apakah puasanya batal?
di antara obat asma model semprot yang biasa dipakai pengidap asma adalah inhaler. Secara umum, cara kerja inhaler adalah mengubah obat asma berbentuk cairan atau serbuk menjadi uap. Lalu, obat dikirimkan ke saluran napas dengan cara dihirup melalui mulut.
Berdasarkan bentuknya, inhaler pereda asma ada empat jenis:
- Inhaler dosis terukur (MDI). Inhaler ini berbentuk tabung kecil dengan corong di bagian ujungnya. Di dalamnya terdapat obat pereda asma dengan dosis yang terukur. Ketika disemprotkan, alat ini dapat memberikan dosis obat yang cukup konsisten. Semua obat asma berbentuk aerosol bisa digunakan dengan inhaler ini.
- Inhaler kabut lembut (SMI). Obat yang keluar dari alat ini berupa uap lembut yang mengandung lebih banyak partikel obat daripada inhaler MDI.
- Inhaler serbuk kering. Inhaler ini biasanya dipakai oleh penderita yang kesulitan menekan alat dengan bernafas, hanya saja dibutuhkan usaha nafas yang lebih kuat dalam penggunaannya.
- Nebulezer. Alat ini bekerja seperti inhaler, yakni mengubah obat asma berbentuk cairan atau serbuk menjadi uap, hanya saja memiliki ukuran yang lebih besar dan membutuhkan daya listrik sehingga sulit dibawa kemana-mana.
Dengan demikian, semua inhaler asma di atas mengeluarkan obat pereda asma berupa uap, asap, kabut lembut, atau serbuk halus. Sementara hampir semua ulama fikih hampir sepakat mengategorikan asap, uap, dan kabut yang ada wujudnya sebagai ‘ain (zat) yang merusak puasa jika terhirup—apalagi dihirup secara sengaja—meskipun hanya sampai tenggorokan dan tidak sampai ke lambung.
Hal itu seperti yang diungkap dalam kitab Ensiklopedi Fiqih Kuwait:
اسْتِعْمَال الْبَخُورِ مَثَلًا يَكُونُ بِإِيصَال الدُّخَانِ إِلَى الْحَلْقِ، فَيُفْطِرُ، أَمَّا شَمُّ رَائِحَةِ الْبَخُورِ وَنَحْوِهِ بِلاَ وُصُول دُخَانِهِ إِلَى الْحَلْقِ فَلاَ يُفْطِرُ وَلَوْ جَاءَتْهُ الرَّائِحَةُ وَاسْتَنْشَقَهَا، لأِنَّ الرَّائِحَةَ لاَ جِسْمَ لَهَا، فَمَنْ أَدْخَل بِصُنْعِهِ دُخَانًا حَلْقَهُ، بِأَيَّةِ صُورَةٍ كَانَ الإدْخَال – فَسَدَ صَوْمُهُ، حَتَّى مَنْ تَبَخَّرَ بِعُودٍ، فَآوَاهُ إِلَى نَفْسِهِ، وَاشْتَمَّ دُخَانَهُ، ذَاكِرًا لِصَوْمِهِ، أَفْطَرَ، لإِمْكَانِ التَّحَرُّزِ مِنْ إِدْخَال الْمُفْطِرِ جَوْفَهُ وَدِمَاغَهُ
Artinya, “Penggunaan kemenyan misalnya, dengan memasukkan asapnya ke tenggorokan, maka membatalkan puasa. Sementara mencium aroma kemenyan atau sejenisnya tanpa memasukkan asapnya ke tenggorokan, tidak membatalkan meskipun aroma itu datang kepadanya dan dihirupnya. Alasannya, aroma itu tidak memiliki wujud fisik. Walhasil, siapa saja yang dengan perbuatannya memasukkan asap ke tenggorokan, dengan cara apa saja, maka itu merusak puasa. Sehingga orang yang sengaja membakar kayu kemenyan, kemudian membiarkannya untuk meliputi diri sendiri dan sengaja mencium asapnya, sementara ia sadar akan puasanya, maka itu membatalkan, karena ia masih mungkin menghindarkan masuknya perkara yang membatalkan itu kepada rongga perut dan otaknya.” (Tim Kementerian Wakaf, Al-Mausu’aul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid XXVIII, halaman 35).
Menurut para ulama fiqih uap, asap, kabut, serbuk yang keluar dari inhaler termasuk perkara yang membatalkan puasa karena masuk dalam kadar yang cukup banyak, dihirup dengan sengaja, sadar berpuasa, dan sampai tenggorokan meski tidak sampai lambung.
Berbeda halnya dengan aroma, rasa, kadar sedikit, dan sulit untuk dihindari, maka ketika dihirupnya tidak sampai membatalkan puasa.
Batalnya puasa dengan uap atau asap di sini dapat dilacak dari pendapat para ulama madzhab, misalnya seperti mazhab Syafi’i dan Maliki, sebagaimana yang diungkap Syekh ‘Abdurrahman bin Muhammad ‘Audh. Menurut, ulama Syafi’i:
ومنها تعاطي الدخان المعروف والتمباك والنشوق ونحو ذلك؛ فإنه يفسد الصوم
Artinya: “Di antara yang membatalkan puasa adalah menghirup asap yang sudah dikenal bersama, juga asap rokok, asap tembakau, dan sejenisnya. Sebab semua itu merusak puasa.”
Lebih jelas ulama Maliki mengemukakan:
وصول مائع إلى الحلق من فم أو أذن أو عين أو أنف …وفي حكم المائع: البخور وبخار القدر إذا استنشقهما فوصلا إلى حلقه، وكذلك الدخان الذي اعتاد الناس شربه، وهو مفسد للصوم بمجرد وصوله إلى الحلق، وإن لم يصل إلى المعدة، وأما دخان الحطب فلا أثر له، كرائحة الطعام إذا استنشقها فلا أثر لها أيضاً
Artinya, “Yang membatalkan puasa adalah sampainya cairan ke dalam tenggorokan, baik melalui mulut, telinga, mata, atau hidung. Semakna dengan cairan adalah kemenyan dan asap wazan jika keduanya dihirup dan sampai ke tenggorokan. Demikian pula asap yang biasa dihisap kebanyakan orang (rokok). Itu juga merusak puasa meski hanya sampai ke tenggorokan dan tidak sampai masuk lambung. Berbeda dengan asap kayu bakar, ia tidak pengaruh apa-apa. Sama halnya dengan aroma makanan ketika terhirup, ia juga tidak pengaruh apa-apa.” (Abdurrahman bin Muhammad ‘Audh, [Beirut, Darul Kutub: 2003], Al-Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah, juz I, halaman 512).
Walhasil, penggunaan inhaler atau nebulezer yang mengeluarkan uap, asap, kabut, serbuk halus, atau aerosol, oleh pengidap penyakit asma hingga lewat tenggorokan, dapat membatalkan puasa. Hal itu membatalkan karena uap berupa wujud fisik, masuk dalam kadar cukup banyak, dilakukan secara sengaja, sadar akan puasa yang dijalankan, masuk melalui lubang tubuh yang terbuka, dan sampai ke tenggorokan meskipun tidak sampai lambung.
Berbeda halnya dengan inhaler atau minyak angin yang hanya mengeluarkan aroma saja, sebagaimana yang biasa dipakai orang yang plu atau filek, maka itu tidak sampai membatalkan puasa. Wallahu a’lam.
Komentar