Kiai Muhammad Fauzi Ra’uf, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bawean menjelaskan tentang hakikat pesta demokrasi atau pemilu. Hal ini diutarakan dalam acara peringatan hari lahir Nahdlatul Ulama yang ke-101 tahun. Yang dihadiri oleh sejumlah elemen tokoh pemerintah dan agama, kegiatan bertempat di Aula Kantor PCNU Bawean, Sangkapura, Sabtu (10/02/2024).
Kiai Fauzi, menjelaskan tidak ada yang paling penting dalam momen Harlah ini kecuali untuk Muhasabah atau introspeksi bagi setiap pengurus disetiap tingkatan.
“Tugas NU sebenarnya hanya satu yaitu Khidmatul Ummah (melayani umat), tidak pandang bulu dan apapun latarbelakangnya. Dalam kesempatan ini disamping kita memperingati Harlah juga kita memohon kepada Allah SWT agar supaya pesta demokrasi yang tinggal beberapa hari lagi ini bisa membawa berkah bagi kita semua”, tuturnya.
Yang terkandung dalam Khidmatul Ummah, lanjut Kiai Fauzi, yang pertama adalah Ri’ayatul Ummah (merawat ummat/masyarakat). Jadi, pengurus NU harus melayani masyarakat dalam setiap aspek.
“Yang namanya merawat, berarti harus memikirkan segala aspek kehidupan masyarakat termasuk mengayomi. Dan jangan sampai pengurus NU jadi provokator, tetapi harus menjadi promotor dalam menggiring suasana politik yang agak memanas seperti sekarang ini agar tetap aman, damai dan menyejukkan”, katanya.
Yang kedua, Himayatul Ummah, maksudnya yaitu apa saja yang dapat menggangu kenyamanan ummat harus ditangani, baik dari sisi solidaritas maupun akidah.
Kemudian, ia menjelaskan hal yang selalu menjadi gaduh dalam suasana pemilu. Pertama tidak mengerti hakikat pesta demokrasi, Dan yang kedua, tidak siap menerima perbedaan.
“Hal yang menurut saya selalu menjadi gaduh, pertama tidak ngerti hakikat pesta demokrasi itu apa?, pemilu itu kan hanya mencari pimpinan. Dan mengangkat pemimpin dalam agama itu memang wajib. Sementara dalam proses menentukan pemimpin itu ikhtilaf. Dan jangan sampai dihubung-hubungkan dengan agama”, tegasnya.
Jadi, menurutnya pemilu fungsinya mencari pimpinan atau wakil. “Walaupun kadang-kadang selera kita tidak sama, dan mau disamakan bagaimana namanya juga selera”, lanjutnya.
“Kadang-kadang kita tidak siap berbeda padahal perbedaan itu hal yang lumrah. Bahkan kita tidak akan terjadi tanpa adanya dua pasangan manusia yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Maka itu perbedaan harus kita fahami sebagai kudrati yang sudah menjadi ketentuan Allah SWT. Maka itu, kita harus siap berbeda”, pungkasnya.
Komentar